inspirasi

Kisah Nabi Idris, Pernah Melihat Surga dan Neraka

Penulis:   | 

Bagi umat Islam, Nabi Idris AS merupakan salah satu nabi yang wajib untuk diimani. Di antara nama-nama 25 nabi. Namanya juga terdapat di ayat Alquran dan merupakan keturunan keenam dari Nabi Adam AS.

Bukan hanya umat Islam, tapi umat Yahudi dan umat Nasrani pun mengenal dan mengakuinya. Selama berdakwah di tengah-tengah umat, ia tentunya sering menemui banyak tantangan.

Tapi, dengan keajaiban-keajaiban yang diberikan Allah, perjalanan hidupnya bisa mempertebal keimanan umat di kemudian hari.

Salah satu keajaiban yang dialaminya adalah pernah melihat surga dan neraka. Beginilah kisahnya.

Baca juga: Gerakan Rastafari dari Jamaika, Pakai Ganja untuk Praktik Spiritual

Dikenal sebagai sosok yang cerdas dan banyak mengajarkan ilmu kehidupan

Kisah Nabi Idris, Pernah Melihat Surga dan Neraka

(foto: pinterest)

Dari seorang ibu bernama Assyut, Nabi Idris AS lahir di sebuah kota kuno Memphis atau Manaf dengan nama asli Akhnukh atau Henokh. Beberapa riwayat menyebut asalnya dari Babilonia, tidak jauh dari Mesopotamia.

Saat berdakwah, ia berhijrah ke negeri Mesir. Sosoknya sangat cerdas dan bijaksana. Banyak bacaan kitab warisan Nabi Adam AS dan Nabi Syits AS dipelajarinya.

Nama Idris pun diserap dari darasa yang dalam bahas Arab artinya belajar, karena memang melihat kebiasaannya. Terlepas dari tugasnya sebagai seorang Nabi, ia juga banyak mempelajari dan mengajarkan skill kehidupan.

Mulai dari perbintangan, perkiraan cuaca, pertanian, dan keterampilan hidup seperti menjahit. Bahkan ia diakui sebagai manusia yang pertama kali menggunakan pena.

Perjalanan dakwahnya terbukti melalui penemuan naskah kuno dari Mesopotamia

Kisah Nabi Idris, Pernah Melihat Surga dan Neraka

(foto: afrikhepri)

Bukan hanya disebut dalam Alquran, riwayatnya juga masih bisa dibaca di dalam Qishash Al Anbiya’ atau Kisah Para Nabi yang ditulis Ibn Katsir.

Tidak hanya itu, bukti perjalanan dakwahnya ditemukan oleh sejarawan modern dalam bentuk potongan naskah kuno dari Mesopotamia.

Naskah kuno yang ditemukan kemudian dikenal dengan Kitab Henokh yang juga diakui oleh Yahudi dan Nasrani.

Di dalam kitab terdapat informasi yang lebih dari urusan dakwah atau kenabian sebelum pada akhirnya hijrah menuju Mesir. Di sana disampaikan tentang kisah-kisah peradaban paling tua di bumi yang telah musnah.

Bahkan ada pula catatan yang seperti ramalan banjir bandang di muka bumi. Tahun-tahun berikutnya sejarah mengenal tentang banjir besar di zaman Nabi Nuh AS.

Meskipun banyak ditentang oleh umat, kegigihannya luar biasa sampai mendorong kemajuan umat manusia di zamannya.

Saat itu umatnya sudah bisa menuturkan lebih dari 70 bahasa dan mendirikan bangunan-bangunan tinggi.

Baca juga: Asal Usul Kata Jancok dan Cok, Awalnya Bukan Umpatan

Mendapat kesempatan melihat surga dan neraka, juga merasakan mati

Kisah Nabi Idris, Pernah Melihat Surga dan Neraka

(foto: pixabay)

Salah satu kisahnya yang ajaib dan tidak mungkin terjadi pada manusia biasa adalah pengalamannya yang pernah melihat surga dan neraka, juga merasakan mati. Hal ini sudah menjadi kehendak Allah.

Suatu hari malaikat Izrail mencabut nyawanya, atas izin Allah kemudian membawanya ke surga dan neraka untuk melihat kondisi masing-masing negeri akhirat yang akan ditinggali umatnya.

Peristiwa sakaratul maut pada awalnya tidak disanggupi malaikat, kecuali atas izin Allah. Saat diturunkan wahyu, malaikat pun melaksanakan tugas.

Setelah merasakan mati sebentar dan dihidupkan lagi, ia menangis hebat dan tidak sanggup membayangkan peristiwa sakaratul maut sebenarnya yang kelak dialami umatnya.

Setelah peristiwa itu, dakwahnya semakin giat agar umatnya hidup dengan jujur dan taat beribadah.

Tidak semua umatnya taat, sampai akhirnya hijrah menuju Mesir

Kisah Nabi Idris, Pernah Melihat Surga dan Neraka

(foto: rctiplus)

Kepada umatnya, ia sampailan larangan bermaksiat atau berbuat kerusakan.

Apalagi kalau melanggar ketentuan Allah yang diturunkan Nabi Adam AS dan Nabi Syits AS. Walau pada akhirnya hanyalah segelintir orang yang mendengar.

Sebagian besar umat justru tetap menentang ajarannya dan bertahan pada kesesatan. Hijrah ke Mesir kemudian menjadi pilihannya bersama umat yang taat. Saat itu penduduk Mesir sudah lebih banyak.

Umatnya diperintahkan semuanya untuk ikut menuju ke Mesir. Tidak sedikit yang masih meragukan soal jaminan tempat tinggal dan kecukupan dalam hidup.

“Misalnya kita hijrah, tempat manakah yang sama dengan tempat kita?”

“Kalau kita hijrah karena Allah SWT, maka kita pasti akan mendapat rezeki yang sama seperti tempat tinggal sebelumnya,” demikianlah jawabnya dengan tenang.

Dari Babilonia, Nabi Idris dan umatnya pun bergerak menuju Mesir. Sepanjang perjalanan, rombongan banyak berzikir mengingat Allah.

Selanjutnya, dakwah di Mesir lebih banyak mendapatkan penerimaan. Sampai pada akhirnya, ia wafat pada usia ke-345 tahun.