inspirasi

Tradisi Walking Marriage, Wanita Suku Mosuo Boleh Punya Banyak Pasangan

Penulis:   | 

Bayangkan tentang kehidupan sebuah suku di masyarakat yang memperbolehkan berganti-ganti pasangan tanpa pernikahan.

Dalam hal ini, yang boleh memilih pasangan adalah pihak wanitanya. Para wanita tertua di rumah juga menjadi kepala keluarga.

Akan tetapi, konsep keluarga yang dijalani juga sangat berbeda dari masyarakat pada umumnya. Inilah tradisi walking marriage pada Suku Mosuo yang ada di China.

Baca juga: Amazon Dahomey, Pasukan Perang Wanita yang Anggotanya Para Istri Raja

Tradisi walking marriage sudah berlangsung secara turun temurun

Tradisi Walking Marriage, Wanita di Suku Mosuo Boleh Punya Banyak Pasangan

(foto: gopandatour)

Suku Mosuo mayoritas tinggal di daerah provinsi Yunan, China. Desanya yang berbatasan langsung dengan Tibet juga terkenal sebagai ‘kerajaannya kaum wanita’.

Wanita dewasa di Suku Mosuo bebas untuk memilih pasangan seksual tanpa terikat janji pernikahan. Keluarga mereka juga tidak mempersoalkan tradisi yang sudah berlangsung turun temurun.

Ada sejumlah sumber informasi yang menyebut bahwa tradisi yang berlaku di Suku Mosuo terbentuk karena para wanita kesepian. Mereka ditinggal oleh suami berdagang dari China ke India.

Banyak istri yang ditinggal lama kemudian memilih walking marriage. Seiring waktu mereka tidak mengenal pernikahan dan perceraian. Tanggung jawab mereka sebagai wanita juga lebih besar daripada para pria.

Uniknya, konsep berganti-ganti pasangan mereka jadikan pelampiasan dan pelepas lelah dari pekerjaan berat yang mereka jalani sehari-hari.

Diizinkan untuk mengajak pasangan yang berbeda setiap ada kesempatan

Tradisi Walking Marriage, Wanita di Suku Mosuo Boleh Punya Banyak Pasangan

(foto: inkstonenews)

Saat seorang wanita Suku Mosuo dianggap sudah dewasa, yakni seiring masa pubertas, mereka pun diberi sebuah kamar pribadi.

Di kamar itulah mereka akan menyambut para pria untuk menemani tidur, walau hanya satu malam.

Tentu saja mereka diizinkan untuk mengajak pria berbeda setiap ada kesempatan. Pria yang disenanginya datang setelah matahari terbenam kemudian pergi lagi sebelum terbit matahari.

Pihak keluarga mereka juga tidak akan ikut campur, begitu juga teman-teman di luar. Meski sudah umum tapi mereka tidak boleh menyebut siapa saja yang pernah jadi pasangan.

Mereka yang berganti-ganti pasangan kemungkinan juga bisa hamil. Sebagian besar anak-anak mereka dilahirkan tanpa mengetahui siapa ayah biologisnya.

Baca juga: Uniknya Turritopsis dohrnii, Ubur-ubur Abadi yang Tidak Bisa Mati

Pria dewasa tidak bertanggung jawab mencari nafkah dan mendidik anak-anak

Tradisi Walking Marriage, Wanita di Suku Mosuo Boleh Punya Banyak Pasangan

(foto: inkspire)

Anak-anak mereka juga dibesarkan tanpa kehadiran ayah. Mereka yang jadi ibu akan mengurus anaknya sendiri, kadang dengan pertolongan saudaranya.

Mereka akan jadi pengurus keuangan serta pengambil keputusan besar. Mereka mempunyai hak mewarisi tanah, properti, dan hak asuh anak.

Mereka juga mengelola semua pekerjaan sehari-hari yang masih mampu dilakukan.

Bagaimana dengan prianya? Para pria dewasa tidak bertanggung jawab soal pembemberian nafkah dan pendidikan anak, melainkan menjadi pembajak sawah, pekerja pembangunan rumah, dan bertugas menyembelih ternak.

Mereka berpikir bahwa semua orang setara, bisa kerja bersama, menikmati kehidupan dan bersenang-senang di waktu luang.

Banyak yang mulai menginginkan pernikahan resmi seperti pada umumnya

Tradisi Walking Marriage, Wanita di Suku Mosuo Boleh Punya Banyak Pasangan

(foto: absolutechinatour)

Dalam tradisi walking marriage Suku Mosuo, sebenarnya istilah pernikahan atau hidup berpasangan disebut dengan axia. Sebagai informasi, Suku ini merupakan golongan masyarakat matriarki di dunia.

Keluarga inti mereka, secara hierarki, terdiri atas nenek, ibu, dan anak. Nenek adalah kepala rumah tangga yang mengatur banyak hal.

Satu hal yang pasti, mereka yang sudah menjalani tradisi turun temurun lama-lama akan bertanya-tanya. Khususnya soal kejelasan status anak yang dilahirkan.

Mereka yang sudah bergaul dengan masyarakat modern akan berubah pikiran. Beberapa wanita dari generasi muda menginginkan pernikahan resmi dan berkeluarga seperti masyarakat pada umumnya.