inspirasi

Pernah Diklaim Malaysia, Alat Musik Angklung Asli dari Jawa Barat

Penulis:   | 

Angklung adalah salah satu alat musik tradisional yang terkenal dari Jawa Barat. Sejarah penciptaannya sudah ada sejak abad 12-16 M.

Awalnya, alat musik tradisional ini dialunkan di lahan pertanian sebagai bentuk ritual menghormati Nyai Sri Pohaci atau Dewi Padi. Di zaman sekarang, angklung sering dimainkan dalam pertunjukan atau acara-acara kultural.

Tapi, banyak masyarakat yang belum memperhatikan dan merawatnya sebagai warisan budaya bangsa. Sampai suatu ketika pada tahun 2010, keberadaannya pernah diklaim oleh Malaysia dengan sebutan Bamboo Malay.

Sebagai respon yang serius, pemerintah pun mengupayakan agar angklung diakui secara internasional.

Baca juga: Tembang Cublak-cublak Suweng, Lagu Dolanan dengan Makna yang Mendalam

Awalnya dimainkan di lahan pertanian untuk menghormati Nyai Sri Pohaci

Pernah Diklaim Malaysia, Musik Tradisional Angklung Asli dari Jawa Barat

(foto: encyclocraftsafp)

Konon pada zaman dahulu angklung diciptakan, kemudian dimainkan dengan tujuan untuk penghormatan pada  Nyai Sri Pohaci atau yang juga dikenal dengan Dewi Sri sebagai sosok Dewi Padi, Dewi Pertanian, atau Dewi Kesuburan supaya turun ke dunia.

Alunan bambu di sawah mengandung pesan dan tujuan supaya tanaman padi yang ditanam bisa tumbuh subur serta mampu mengusir hama yang merusak tanaman padi.

Dari waktu ke waktu, musik tradisional ini masih dekat dengan tadisi pertanian, yang kemudian ditambah dengan gerak ritmis.

Ketika pesta panen, permainannya ditampilkan dalam konsep pertunjukan yang berbentuk gelaran atau arak-arakan.

Di beberapa wilayah, ritual dan tradisi memainkan angklung di sawah masih dilakukan berdampingan dengan sibuknya kehidupan modern.

Pernah digunakan untuk menyambut raja dan diceritakan dalam kitab Negarakertagama

Pernah Diklaim Malaysia, Musik Tradisional Angklung Asli dari Jawa Barat

(foto: sai100fm)

Sampai dengan awal tahun 1930-an, angklung di tengah masyarakat masih memakai tangga nada da-mi-na-ti-la atau pentatonis Sunda.

Inovasi tangga nada diatonis seperti yang ada pada alat musik modern baru muncul pada era Daeng Sutigna, guru kesenian yang memperkenalkan angklung diatonis.

Meskipun tidak ada keterangan pasti tentang kapan angklung mulai dimainkan oleh masyarakat Indonesia, informasi yang tertua tentang alat musik tradisional ini terdapat di kitab Negarakertagama.

Di dalamnya diceriterakan tentang alat-alat yang digunakan pada upacara menyambut raja.

Dikisahkan bahwa dahulu rakyat pernah memainkannya dalam penyambutan Raja Hayam Wuruk ketika melakukan peninjauan daerah keliling Jawa tahun 1350-an.

Kemudian, masyarakat Jawa pada umumnya mulai mengenal musik tradisional tersebut pada abad ke-17.

Baca juga: Asal Usul Tari Saman, Kesenian Aceh yang Berawal dari Sarana Dakwah

Di zaman pemerintahan Hindia Belanda, hanya anak-anak yang boleh memainkannya

Pernah Diklaim Malaysia, Musik Tradisional Angklung Asli dari Jawa Barat

(foto: greatnesia)

Musik angklung juga pernah menjadi pendorong semangat pertempuran di era penjajahan. Karena itu, pemerintahan Hindia Belanda sempat melarang penggunaannya.

Akibat permainannya dilarang, popularitasnya sempat menurun. Hanya kalangan anak-anak yang saat itu boleh memainkannya. Sampai saat ini, musik tradisional ini terus mengalami perkembangan dan modifikasi.

Kalau dulu sekadar dimainkan di dalam perayaan-perayaan tradisional misalnya pesta panen, sekarang permainannya bisa di manapun dan kapanpun.

Mulai dari permainan di lingkup kecil seperti di sekolah atau komunitas lokal sampai dengan pertunjukan internasional untuk mengiringi lagu-lagu.

Meskipun tidak harus bisa memainkannya, tapi kita tetap bisa menghargai sejarahnya yang panjang sebagai warisan nenek moyang.

Ditetapkan sebagai warisan budaya Indonesia oleh UNESCO pada tanggal 16 November 2010

Pernah Diklaim Malaysia, Musik Tradisional Angklung Asli dari Jawa Barat

(foto: tempo)

Ketika angklung diklaim oleh Malaysia, pemerintah Jawa Barat tentunya tidak tinggal diam.

Sempat ada kesulitan untuk mengumpulkan berbagai bukti atau dokumentasi pendukung bahwa angklung adalah warisan budaya Indonesia.

Tapi akhirnya dokumen-dokumen bersejarah persyaratan dari UNESCO berhasil dipenuhi.

Misalnya sebuah dokumentasi tahun 1908 saat berlangsungnya penyerahan angklung dalam misi kebudayaan antara Indonesia dan Thailand.

Alhasil, pada tanggal 16 November 2010  UNESCO telah menetapkan bahwa angklung menjadi warisan budaya non bendawi (Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Human) dari Indonesia.

Tanggal penetapannya, 16 November kemudian diabadikan menjadi Hari Angklung Sedunia.