inspirasi

Menelusuri Angkor Wat, Pusat Peradaban yang Runtuh Karena Perubahan Iklim

Penulis:   | 

Masalah perubahan iklim di dunia kini menjadi salah satu hal penting yang jadi perhatian berbagai pihak.

Perubahan iklim memang dapat mengubah kondisi lingkungan, misalnya punahnya sebagian spesies hewan, es di kutub yang mencair lebih cepat, sampai runtuhnya bangunan dan peradaban bersejarah.

Meskipun isu perubahan iklim banyak diangkat pada zaman modern seperti sekarang, ternyata hal tersebut sudah pernah terjadi di zaman dahulu.

Akibatnya pun tidak sepele, karena bisa menyebabkan keruntuhan sebuah kerjaan besar seperti Angkor Wat di Kamboja. Inilah sekilas tentang peradabannya yang runtuh akibat perubahan iklim.

Baca juga: Mengalami Koma, Paul Amadeus Dienach Melakukan Perjalanan ke Masa Depan

Sempat berfungsi sebagai pusat kegiatan spiritual di Kerajaan Khmer

Menelusuri Angkor Wat, Pusat Peradaban yang Runtuh Karena Perubahan Iklim

(foto: traveltriangle)

Nama Angkor Wat berasal dari bahasa Khmer yang berarti candi kota. Angkor Wat yang pernah berjaya di abad 9-15 Masehi merupakan kompleks candi dan monumen keagamaan yang paling besar di dunia.

Lokasinya berada di kota Kamboja dan dipersembahkan untuk Dewa Wisnu. Pada masa awal pembangunannya, atas instruksi Raja Khmer Suryawarman II, Angkor Wat menjadi tempat disemayamkannya abu jenazah raja Khmer.

Tempat ini berfungsi sebagai pusat kegiatan spiritual agama Hindu di Kerajaan Khmer. Tapi, tempat ini kemudian berubah jadi pusat kegiatan agama Budha pada akhir abad ke-12.

Letaknya yang berada di hutan menjadikan tempat ini sempat dilupakan. Baru pada awal abad ke-20 ada seorang pilot yang sedang terbang di atas hutan hujan tropis tempat Angkor Wat berada dan ditemukan kembali.

Keruntuhan Angkor Wat menjadi teka-teki bagi para sejarawan dan arkeolog

Menelusuri Angkor Wat, Pusat Peradaban yang Runtuh Karena Perubahan Iklim

(foto: accor)

Meski pernah berjaya dalam waktu beberapa ratus tahun, tapi kerajaan ini runtuh pada awal abad ke-15.

Kerajaan Khmer yang juga disebut sebagai Peradaban Angkor pernah menduduki Asia Tenggara dengan peninggalannya yang monumental.

Pertumbuhan kerajaan ditandai dengan kerjasama perdagangan yang luas sampai ke China dan India, serta pengembangan sistem jalan.

Pembangunan wilayahnya cukup kompleks dan inovatif khususnya bidang pengairan yang dibangun untuk memaksimalkan musim hujan.

Tumbuhnya hutan hujan tropis juga memberi manfaat tersendiri untuk masyarakatnya.

Kerajaan Khmer yang akhirnya runtuh menjadi teka-teki bagi para sejarawan dan arkeolog. Melalui sejumlah penelitian ilmiah, ditemukan bahwa penyebab keruntuhan kerajaan ini adalah faktor perubahan iklim.

Baca juga: Pulau Giliyang Sumenep, Objek Wisata dengan Kadar Udara Terbersih di Indonesia

Terjadi kekeringan berkelanjutan akibat perubahan iklim sejak tahun 1300-an

Menelusuri Angkor Wat, Pusat Peradaban yang Runtuh Karena Perubahan Iklim

(foto: smarthistory)

Beberapa hal lain juga diduga menjadi sebab keruntuhannya, misalnya peperangan dengan kerajaan Ayutthaya, perubahan keyakinan masyarakat dari Hindu ke Buddha, dan populasi di kota yang tidak terkendali.

Tidak mudah menentukan satu penyebab yang paling berkontribusi. Tapi ada satu peristiwa yang terekam sejarah yaitu sejak pertengahan tahun 1300-an sempat terjadi kekeringan yang berkelanjutan akibat perubahan iklim, kekeringan kemudian berlanjut pada abad 14-15 M.

Banyak parit yang kemudian tertutup pepohonan. Hal itu menunjukkan bahwa tempat yang pernah berfungsi untuk pusat peradaban tidak lagi terurus.

Sekaligus menjadi bukti bahwa  kehancurannya adalah bukan karena perang dengan kerajaan Ayutthaya, melainkan faktor lingkungan.

Ditinggalkan satu per satu oleh penduduknya, termasuk oleh pihak penguasa

Menelusuri Angkor Wat, Pusat Peradaban yang Runtuh Karena Perubahan Iklim

(foto: rainforestcruses)

Karena lingkungannya yang dirasa sudah tidak kondusif lagi untuk ditinggali, terjadilah pergeseran demografis bertahap. Peradaban Angkor ditinggalkan satu per satu oleh penduduknya, termasuk oleh pihak penguasa.

Para penguasa sempat memindahkan ibukota ke Phnom Penh lalu mengubah aktivitas utama dari lahan pertanian daratan ke maritim.

Pada akhirnya, sistem pengairan yang tidak optimal, masalah geopolitik serta perekonomian yang saling terkait. Terlalu banyak perkara yang tidak mudah untuk mengembalikan kerajaan stabil kembali.