inspirasi

Bustan Al Katibin, Naskah yang Pertama Kali Mengatur Tata Bahasa Melayu

Penulis:   | 

Sebelum masyarakat Indonesia memakai bahasa seperti sekarang, ternyata sebelumnya telah melewati proses panjang tentang bahasa yang dituturkan.

Sejak agama Islam mulai dikenal di Nusantara, bahasa Arab begitu terasa berpengaruh pada budaya literasi, terutama penulisan naskah keagamaan.

Begitu juga bahasa lain seperti Belanda, Portugis, dan Sanskerta yang juga ikut memberi andil dalam perkembangan bahasa Indonesia atau lebih tepatnya bahasa Melayu.

Bustan Al Katibin merupakan naskah yang pertama kali mengatur tata bahasa Melayu. Penulisnya, Raja Ali Haji sangat jelas menunjukkan pengaruh bahasa Arab untuk bahasa Melayu.

Baca juga: Sejarah Singapura, Awalnya Ditemukan oleh Sang Nila Utama dari Palembang

Perkembangan Bahasa Melayu di tanah air sudah dimulai sejak zaman prasejarah

Bustan Al Katibin, Naskah yang Pertama Kali Mengatur Tata Bahasa Melayu

(foto: pinterest)

Sebelum mengenal lebih banyak isi naskah Bustan Al Katibin, perlu dipahami bahwa sejak dahulu bahasa Melayu telah melewati beberapa tahapan atau periode perkembangan.

Pada zaman prasejarah, ada pengaruh bahasa Magadasakar pada bahasa Melayu. Hal tersebut juga terkait dengan fakta bahwa nenek moyang Indonesia adalah pelaut tangguh yang sudah biasa berlayar ke Madagaskar.

Pada periode selanjutnya, bahasa Melayu mendapat pengaruh India melalui bahasa Sanskerta.

Kemudian setelah dilakukan penelitian, pada abad ke-14 ditemukan tulisan di atas batu nisan yang menggunakan bahasa Sanskerta dan bahasa Melayu dengan tambahan hiasan kata-kata bahasa Arab.

Penulisan naskah berbahasa Melayu banyak dilakukan di era Kolonial Belanda

Bustan Al Katibin, Naskah yang Pertama Kali Mengatur Tata Bahasa Melayu

(foto: sumbarsatu)

Pengaruh bahasa-bahasa yang pernah dituturkan masyarakat Indonesia di zaman dahulu tidak sekadar pada kosakatanya, tapi juga struktur tata bahasanya.

Perkembangan bahasa Melayu di Asia Tenggara menjadi semakin pesat pada abad ke-16.

Pada masa itulah pertama kalinya dilakukan penulisan buku pelajaran berbahasa Melayu, di samping bahasa Spanyol, Portugis, dan tentunya Belanda.

Pada masa Kolonial Belanda sejak abad ke-17 adalah periode keemasan tentang penulisan naskah di tanah air. Hal tersebut terlihat dari banyaknya naskah penting yang ditulis.

Sampai pada saatnya, abad ke-19 Bahasa Melayu sudah mulai familiar di masyarakat. Tandanya adalah dengan munculnya buku-buku tentang tata bahasa, khususnya kamus bahasa Melayu.

Baca juga: Kisah Nabi Idris, Manusia Pertama yang Bisa Membaca dan Menulis

Memberi pengaruh penting untuk membiasakan bahasa tulisan di masyarakat

Bustan Al Katibin, Naskah yang Pertama Kali Mengatur Tata Bahasa Melayu

(foto: jantungmelayu)

Yang mulai menuliskan tata bahasa bahasa Melayu adalah linguis dari Eropa, tapi ada juga anak bangsa yang memberi kontribusi, yaitu Raja Ali Haji.

Raja Ali Haji menulis Bustan Al Katibin dan Kitab Pengetahuan Bahasa tentunya sangat berperan penting untuk masyarakat. Dari yang sebelumnya masih bertutur dalam bahasa lisan, kemudian lebih terbiasa dengan tulisan.

Bustan Al Katibin menjadi karya monumental dari Raja Ali Haji pada abad ke-19. Saat menulis Bustan Al Katibin, Raja Ali Haji berumur 40 tahun.

Naskah Bustan Al Katibin memiliki judul lengkap Bustan Al Katibin Li Al Ṣibyan Al Muta‘allimin atau jika diterjemahkan menjadi Taman Para Penulis untuk Anak-anak yang Hendak Belajar.

Di dalamnya ada tiga bagian yaitu; pendahuluan (mukadimah), pasal-pasal, dan penutup (khatimah).

Naskah asli Bustan Al Katibin masih disimpan meski kondisinya rusak

Bustan Al Katibin, Naskah yang Pertama Kali Mengatur Tata Bahasa Melayu

(foto: leiden)

Pada bagian mukadimah, ada penjelasan soal kelebihan ilmu, adab, akal, dan budi bahasa.

Pada pasal-pasal ada penjelasan ejaan bahasa Melayu serta pembagian kelas kata ke dalam tiga golongan: ism (kata benda), fi’l (kata kerja), dan harf (partikel).

Ada juga penjelasan tentang frasa, klausa, sintaksis, dan pembahasan tata bahasa lain yang melengkapi. Bustan Al Katibin yang berbentuk manuskrip kini masih disimpan di Yayasan Inderasakti Pulau Penyengat.

Satu versi lainnya disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden Belanda. Tapi kondisi naskah sekarang memprihatinkan kemudian diberi tanda ‘rusak’ oleh pihak yayasan.