inspirasi

Inkuisisi, Ketika Muslim dan Yahudi Sama-sama Terusir dari Eropa

Penulis:   | 

Pergolakan politik yang terjadi di Andalusia antara Kesultanan Muslim dan pemerintahan Monarki Katolik Eropa ratusan tahun yang lalu itu masih tercatat dalam sejarah.

Awalnya perkembangan Islam di Andalusia, Spanyol memberi warna tersendiri pada peradaban Eropa di abad 7 sampai 15 Masehi.

Kesultanan Cordoba, Sevilla, dan Granada menjadi simbol keagungan saat itu. Sampai saatnya pengaruh Muslim di Eropa, khususnya Andalusia, harus berakhir ketika Kesultanan Granada menyerah pada Raja Ferdinand di tahun 1492.

Peristiwa pengahapusan pengaruh Islam di Eropa itu berlangsung begitu lama. Tidak hanya itu, sejarah juga mencatat peristiwa inkuisisi di Spanyol yang menimpa orang-orang Muslim dan sekaligus orang-orang Yahudi.

Baca juga: Dikelilingi Jutaan Pohon Kurma, Oasis Al Ahsa Arab Saudi Terluas di Dunia

Muslim dan Yahudi sudah diintimidasi oleh penguasa kerajaan dalam waktu lama

Inkuisisi, Ketika Muslim dan Yahudi Sama-sama Terusir dari Eropa

(foto: brewminate)

Saat itu Raja Henry III dari Leon dan Castile memerintah (tahun 1390-1406), dan mulai ada perlakuan intimidasi kepada orang-orang Muslim dan Yahudi yang berdiam di Andalusia.

Perlakukan itu semakin kejam ketika Ratu Isabella dan Raja Ferdinand menguasai.

Menurut kebijakan penguasa, mereka wajib mengikuti keyakinan dan tradisi agama Katolik yang dibawa penguasa Monarki saat itu. Jika mereka tidak menuruti, maka akan disiksa, dibakar hidup-hidup, atau dibunuh dengan keji.

Sejak saat itulah ribuan orang Muslim dan Yahudi meregang nyawa, dan sebagian lainnya terusir dan lari ke luar negeri demi mendapatkan tempat tinggal lain yang lebih aman.

Orang-orang Muslim berpencar mulai dari Maroko sampai Asia Tenggara. Sementara itu, orang-orang Yahudi banyak yang tinggal di Amerika Latin, sebagian Afrika, sampai ke Asia.

Dijalankan oleh lembaga gereja untuk menghukum pelaku penyimpangan

Inkuisisi, Ketika Muslim dan Yahudi Sama-sama Terusir dari Eropa

(foto: theatlantic)

Inkuisisi merupakan sebuah institusi gereja (ecclesiastical institution) yang sekaligus menjadi lembaga kehakiman gereja Katholik (Roman Catholic tribunal).

Tujuan dilaksanakannya adalah untuk memeriksa fakta dan memberi hukuman atas penyimpangan (heretics) atau disebut bid’ah dalam agama Islam.

Dewan lembaganya saat itu dibentuk demi mengamankan Kekristenan dari segala bahaya penyimpangan.

Orang-orang yang menjadi tersangka sebuah penyimpangan akan diinterogasi. Sejak 1252, proses itu menggunakan jalan penyiksaan (torture), sampai mereka mau mengakui kesalahan.

Pelaku penyimpangan serius akan mendapat vonis hukuman mati secara keji, yakni dibakar hidup-hidup di depan umum.

Baca juga: Shibam, Kota Kuno yang Memiliki Gedung Pencakar Langit Tertua

Ada beberapa bentuk kekejaman inkuisisi yang dialami korban tertuduh

Inkuisisi, Ketika Muslim dan Yahudi Sama-sama Terusir dari Eropa

(pixabay)

Penulis buku Spanish Inquisition Henry Kamen menyebutkan bahwa siksaan dalam inkuisisi sebenarnya tidak separah yang dikabarkan dunia.

Meskipun karyanya sempat menjadi kontroversi. Bentuk siksaannya ada tiga: garrucha, potro, dan toca.

Garrucha berarti kerekan yang diikatkan ke pinggang orang tertuduh yang kemudian diangkat ke langit-langit ruangan. Sementara itu kaki korban diikat pada pemberat besi, lalu digerakkan naik turun berulang-ulang.

Potro merupakan bentuk siksaan pada tubuh dengan ikatan kuat ke tiang. Kemudian tali yang melilit badan korban ditarik para algojo dari arah berlawanan sampai tali menembus daging.

Sementara itu, toca ialah kain linen yang dipaksa masuk ke dalam mulut korban. Kemudian dituangkanlah air pelahan-lahan ke perut korban melalui linen tersebut sehingga korban tersiksa.

Sejarahnya di Spanyol cukup panjang dan orang Kristen juga menjadi korban

Inkuisisi, Ketika Muslim dan Yahudi Sama-sama Terusir dari Eropa

(foto: pinterest)

Meski sudah dipraktikkan sejak tahun 1252, inkuisisi baru mulai dikenalkan di negara Spanyol pada tahun 1478.

Saat itu, Alonso de Hojeda yang merupakan pendeta Dominican bisa meyakinkan Ratu Isabella yang belum lama memimpin.

Bahwa di daerahnya itu masih ada orang-orang Yahudi yang masih menjalankan keyakinan serta tradisi mereka.

Mereka yang dibaptis tapi masih menjalankan tradisi Yahudi itu disebut marranos atau crypto-jews. Meskipun praktiknya dilakukan diam-diam, mereka ketahuan juga.

Selain yang terusir, masih Muslim dan Yahudi yang tetap di Spanyol. Mereka berusaha memberontak bertahun-tahun kemudain, walau akhirnya kalah.

Sejak itulah, sejarah mereka bisa dibilang telah habis. Terlepas dari itu, inkuisisi sebenarnya masih dijalankan sampai abad 19-20, yang korbannya adalah orang-orang Kristen sendiri.