inspirasi

Dianggap Titisan Dewa, Kaisar Hirohito Jadi Pemimpin Terlama Jepang

Penulis:   | 

Nama Kaisar Hirohito dikenal dunia sejak peristiwa Perang Dunia II. Beragam kontroversi melekat pada dirinya yang berkuasa di Jepang sejak 1926-1989.

Sosoknya sangat diagungkan oleh rakyat karena dianggap sebagai titisan Dewa Matahari dan disebut sebagai Tenno Heika (Yang Mulia Kaisar).

Tapi, pada tahun 1945 keputusannya mengagetkan rakyatnya. Jepang menyerah pada sekutu.

Selain menjadi kaisar yang terlama memegang kekuasaan, ia juga paling panjang umur di antara kaisar Jepang lainnya.

Sejarawan Herbert P. Bix dalam Hirohito And The Making of Modern Japan (2009) menyatakan bahwa Hirohito memiliki reputasi yang jauh melebihi seorang kepala negara.

Baca juga: Kapten Pierre Tendean, Pahlawan Revolusi Termuda yang Gugur Menjelang Hari Pernikahannya

Daftar isi

Rakyat memuja kaisar karena dianggap memiliki kekuatan Dewa

Dianggap Titisan Dewa, Kaisar Hirohito Menjadi Pemimpin Terlama di Jepang

(foto: hesomagazine)

Terlahir dengan nama Michinomiya Hirohito pada tanggal 29 April 1901 di Istana Aoyama, Tokyo, ia sudah dipisahkan dengan orang tuanya. Sampai 1921 ia belajar di lembaga yang dibuat khusus untuk putra mahkota.

Menjalani kekuasaan selama 62 tahun, Kaisar Hirohito menjadi penguasa monarki yang fenomenal.

Dijuluki Tenno Heika yang artinya Yang Mulia Kaisar, ia dianggap seperti Dewa yang punya kekuatan dan ‘kedaulatan surgawi’.

Rakyat Indonesia pun harus menunduk (sikerei) padanya saat Jepang menduduki Indonesia (1942-1945).

Ritual menunduk itu membuat orang Indonesia terbiasa membungkukkan badannya ke arah Tokyo demi  menghormati Tenno Heika.

Kaisar tidak berbicara secara langsung di depan masyarakat umum

Dianggap Titisan Dewa, Kaisar Hirohito Menjadi Pemimpin Terlama di Jepang

(foto: politico)

Ada sebuah peraturan yang disepakati kekaisaran Jepang sejak ratusan tahun yang lalu. Bahwa kaisar tidak semestinya  berbicara di depan masyarakat umum.

Suaranya tidak boleh didengar langsung, lantaran kata-kata kaisar dianggap seperti ‘wahyu Ilahi’ untuk rakyat.

Sampai pada saatnya peraturan itu berubah mendadak saat Hirohito bicara melalui radio di tahun 1945. setelah Jepang menyerah di Perang Dunia II.

Pada siaran radio, ia mengumumkan bahwa negara menyerah pada Amerika. Tentunya tentara dan rakyat Jepang kaget ketika mendengarnya.

Pertama kali mendengar suara kaisar yang dijunjungnya selama ini menyuruh untuk menyerah pada musuh. Rakyat membungkuk di dekat speaker radio demi menyimak ‘wahyu’ tentang kekalahan negaranya.

Tapi setelah Jepang menyerah di Perang Dunia II, Kaisar Hirohito tidak lagi memiliki julukan Tenno Heika karena perkara harga diri. Sejak awal tentu saja ia sebagai ‘Dewa’ tidak ingin kalah dari siapa pun, termasuk Amerika.

Baca juga: Tradisi yang Tak Biasa Suku Eskimo, Berbagi Istri & Kulkas Jadi Penghangat

Sempat akan diadili sebagai penjahat perang, Hirohito jadi simbol kebangkitan Jepang

Dianggap Titisan Dewa, Kaisar Hirohito Menjadi Pemimpin Terlama di Jepang

(foto: lomography)

Setelah Jepang menyerah, sempat ada wacana terkait pembubaran kekaisaran. Jenderal Douglas Mac Arthur sebagai komandan Sekutu diutus ke Jepang guna mengawasi negara itu setelah perang.

Pihak musuh selama Perang Dunia II ingin Hirohito diberi sanksi dan diadili di Mahkamah Internasional sebagai penjahat perang. Akan tetapi, Mac Arthur punya pandangan lain.

Ia coba tawarkan pada pemerintah Jepang untuk menerapkan konstitusi yang baru. Meski tidak terjadi pembubaran kekaisaran, tapi kekuasaan kaisar dicabut. Ia hanya menjadi simbol untuk pemersatu Jepang.

Mac Arthur memandang Hirohito masih dibutuhkan sebagai simbol kebangkitan Jepang. Hirohito meneruskan tugas kepemimpinannya dan tidak jadi dihukum sebagai penjahat perang.

Pasalnya jika Hirohito diadili, pemberontakan rakyat Jepang tidak akan dapat ditahan dan berpotensi memunculkan konflik baru.

Menjelang akhir hayat, ia dianggap sangat berjasa untuk memulihkan Jepang

Dianggap Titisan Dewa, menjadi Pemimpin Terlama di Jepang

(foto: theguardian)

Jepang Abad ke-20 menjadi periode yang sangat bergejolak bagi Jepang, khususnya dalam hal politik dan ekonomi. Pertengahan tahun 1950-an perekonomian Jepang mulai mengalami pemulihan karena reformasi.

Hirohito tetap menjalankan tugas selaku pemimpin bangsa. Semangat warganya juga tidak surut.

Mendekati akhir hayatnya, ia dianggap berjasa memulihkan Jepang dengan kekuatan baru dalam perekonomian dunia

Pada akhir September 1987, ia mengidap kanker dan sempat pulih sejenak setelah berhasil operasi.

Tapi, tanggal 7 Januari 1989 menjadi akhir hayat dari Michinomiya Hirohito setelah berkuasa selama enam dekade.