inspirasi
Bambu Gila, Permainan Tradisional Masyarakat Maluku yang Magis
Bambu gila merupakan sebuah atraksi tradisional yang khas dari masyarakat di Maluku. Tradisi yang juga disebut dengan buluh gila atau bara suwen ini dikenal di wilayah Provinsi Maluku dan Maluku Utara.
Diyakini bahwa asal-usulnya sudah ada di Maluku sejak masyarakatnya mengenal agama, khususnya Kristen dan Islam yang kini dianut masyarakatnya.
Belum ada catatan sejarah yang akurat dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya tentang sejak kapan tradisi ini tercipta. Tapi masyarakat di Maluku sudah mengenal dan memainkannya dari generasi ke generasi.
Baca juga: Kisah Maleo Senkawor, Burung Unik yang Setia pada Pasangannya
Dahulu, permainannya memakai batang bambu dari kaki Gunung Gamalama
Konon, dahulu ada beberapa pemuda yang sering berjalan di kawasan hutan bambu di kaki Gunung Gamalama, Ternate, Maluku Utara. Mereka mencari bambu untuk dipakai bermain bambu gila.
Matahari yang menyengat dan batu-batu tajam yang menghitam, bukanlah penghalang bagi langkah mereka yang sedang mencari batang bambu, untuk bisa memberikan hiburan untuk rakyat sekampungnya.
Sesampainya di rumpun bambu, mereka tidak lupa untuk minta izin pada pemilik supaya mengikhlaskan batang bambunya.
Sebelum pertunjukannya dimulai, bambu cokelat (bambu suanggi) yang panjangnya sekitar 2,5 m dan diameter 8 cm terlebih dahulu disiapkan.
Bambunya dipotong-potong jadi tujuh ruas, yang mana setiap potong ruasnya dipegang satu orang pemain. Kemudian diletakkan di dekat dada masing-masing.
Dibutuhkan bahan-bahan yang dipercaya punya energi gaib seperti kemenyan dan jahe
Untuk menjalankan permainan ini, dibutuhkan bahan atau perlengkapan yang dinilai punya energi gaib seperti kemenyan (Styrax benzoin) dan jahe (Zingiber officinale).
Kemenyan biasa dipakai saat pertunjukkan yang besar, sedangkan jahe dipakai untuk pertunjukan yang tergolong kecil.
Ketika seluruh perlengkapan permainan telah dipersiapkan, kemenyannya dibakar di atas batok kelapa sambil baca mantra. Asap yang keluar dari kemenyan dipakai untuk melumur-lumuri ruas bambu satu per satu.
Untuk permainan yang memakai jahe, maka jahenya diiris-iris tujuh irisan. Saat mantra dibacakan, tujuh irisan jahenya dikunyah oleh pawangnya kemudian disembur ke masing-masing ruas bambu.
Kemenyan atau jahe dalam hal ini punya kegunaan yang sama, yakni untuk memanggil roh, jin, atau arwah leluhur supaya memberikan kekuatan magis yang merasuk ke bambu.
Baca juga: Asal Usul Kapur Barus, Komoditas Asli Indonesia Tercatat di Alquran
Dimakan oleh tujuh orang laki-laki dewasa dan didampingi satu orang pawang
Pemainnya terdiri atas tujuh pemuda atau orang dewasa yang juga didampingi seorang pawang. Syarat bagi para pemainnya hanya berbadan sehat dan kuat untuk melakukan permainan.
Ketika semua persyaratan dan perlengkapan dipenuhi, maka tujuh pemain beserta pawang yang umumnya memakai baju merah semua memasuki tempat pertunjukan.
Selama pertunjukannya berlangsung, pemainnya dilarang untuk pakai perhiasan atau barang-barang yang bahannya dari logam, misalnya cincin, gelang, kalung, atau gigi palsu berbahan logam.
Atraksi ini diawali dengan doa agar pertunjukannya bisa berjalan lancar dan pemainnya diberi keselamatan sampai akhir.
Setelah itu, sambil membakar kemenyan ataupun mengunyah jahe, pawangnya membacakan mantra dalam bahasa Tanah, yakni bahasa tradisional di Maluku.
Permainan akan semakin meriah dengan musik tifa dan sorak sorai penonton
Saat mantra dibacakan, pawangnya melumuri setiap ruas batang bambu dengan asap kemenyan atau irisan jahe.
Prosesi tersebut dilakukan berulang-ulang dari ruas bambu yang pertama sampai yang terakhir. Setelah mengucapkan mantra pada bambu, atraksinya segera dimulai.
Tubuh pemainnya tiba-tiba terombang-ambing ke sana ke mari, bahkan kadang sampai jatuh bangun karena berusaha mengendalikan bambu yang bergerak liar dan menggila.
Permainannya semakin meriah dengan suara musik tifa atau tambur tradisional asal Maluku.
Meskipun pertunjukannya telah selesai, tapi kekuatan gaib tidak akan hilang begitu saja kalau peserta belum diberi makan dengan api yang berasal dari kertas dibakar.
Suasana pertunjukannya semakin semarak dengan sorak sorai penonton. Atraksi berakhir ketika pemain jatuh pingsan di arena pertunjukan.
Sampai sekarang, permainan bambu gila yang terbilang gaib ini dikenal di beberapa wilayah Maluku dan sekitarnya.
0 comments