inspirasi

Asal Usul Mujair, Ikan Favorit Sejak Era Kolonial Belanda

Penulis:   | 

Mujair termasuk ikan yang terkenal di Indonesia. Banyak masyarakat yang membudidayakan ikan air tawar ini karena memang laku di pasaran.

Ada cerita yang unik dan juga inspiratif terkait dengan namanya. Ternyata nama mujair berasal dari sosok penemunya, yaitu Mbah Moedjair pada tahun 1930-an.

Meskipun Mbah Moedjair bukan ilmuwan, bukan peternak, dan bukan nelayan, tapi bisa menorehkan sejarah yang penting.

Sampai pemerintah pada masanya memberikan penghargaan atas jasanya menemukan dan memperkenalkan jenis ikan yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Inilah asal usul ikan mujair.

Baca juga: Kisah Nabi Sya’ya, Penasihat Raja Bijaksana yang Dizalimi Umatnya

Ditemukan oleh Mbah Moedjair dengan proses panjang yang penuh kesabaran

Asal Usul Mujair, Ikan Favorit sejak Era Kolonial Belanda

(foto: shutterstock)

Ikan mujair (Oreochromis mossambicus) termasuk hewan yang hidup berkelompok. Tidak ada yang memastikan bagaimana sampai Mbah Moedjair ‘dipertemukan’ dengan ikan yang kelak diberi nama seperti namanya.

Faktanya, habitat aslinya berasal dari Mozambique di benua Afrika. Tempat idealnya  untuk hidup sekarang adalah perairan yang tenang seperti sungai, bendungan, dan danau air tawar. Bisa juga dipelihara di akuarium.

Ternyata proses penemuannya cukup panjang yang dilakukan Mbah Moedjair dengan sabar dan tekun.

Sosok Mbah Moedjair berasal dari Desa Kuningan, Blitar, Jawa Timur dan sempat bekerja menjadi penjual sate. Tapi usaha merugi karena kebiasaan berjudi.

Tidak putus asa, Mbah Moedjair bertobat dan tirakat pada malam tahun baru Hijriyah yang konon atas usul dari kepala desa. Sampai akhirnya Mbah Moedjair menemukan seekor ikan laut dan kemudian berniat memeliharanya.

Sebelumnya ikan mujair banyak ditemukan di laut di pantai selatan Blitar, Jawa Timur

Asal Usul Mujair, Ikan Favorit sejak Era Kolonial Belanda

(foto: unair)

Berdasarkan cerita yang dituturkan lisan, Mbah Moedjair tiba-tiba melihat ikan di laut setelah tirakat. Konon pertama kali ditemukan di Pantai Serang, Blitar Selatan.

Keunikan perilaku sekelompok ikan membuat Mbah Moedjair tertarik. Ikannya suka menyimpan anaknya di dalam mulut saat terancam bahaya. Saat bahayanya hilang, maka ikannya mengeluarkan anak-anaknya lagi.

Mbah Moedjair langsung membawa ikan pulang untuk dipelihara di rumahnya di Kanigoro, Blitar. Ikan dari pinggiran laut Blitar selatan dibawa pulang dengan sebuah ikat kepala yang dipakainya.

Percobaan untuk memelihara ikan ternyata selalu saja gagal karena memang air tawar tidak sesuai dengan air laut. Setiap kali mengalami kegagalan, Mbah Moedjair kembali ke pantai yang jaraknya 35 km dari tempat tinggalnya.

Baca juga: Makna Lagu Gundul Pacul, Jadi Nasihat untuk Para Pemimpin

Perlu sebelas kali percobaan untuk memeliharanya agar bertahan hidup di air tawar

Asal Usul Mujair, Ikan Favorit sejak Era Kolonial Belanda

(foto: wikipedia)

Butuh waktu tempuh dua hari dua malam, melewati hutan belantara, dan naik turun ke bukit hanya demi membawa ikan yang saat itu belum diketahui namanya.

Pada usaha berikutnya, Mbah Moedjair membawa pulang ikan dengan memasukkannya ke dalam sebuah gentong dari bahan tanah liat yang sudah diisi air laut dan air tawar.

Perlahan-lahan jumlah air laut dikurangi dan jumlah air tawar ditambah.

Setelah percobaan yang ke-11, barulah akhirnya ada empat ekor ikan yang bisa hidup di air tawar. Tercatat bahwa percobaan yang berhasil berlangsung pada tanggal 25 Maret 1936.

Mbah Moedjair kemudian memelihara ikan-ikan di kolam yang sengaja dibuat di pekarangan rumah.

Banyak penghargaan untuk Mbah Moedjair yang namanya diabadikan jadi nama ikan

Asal Usul Mujair, Ikan Favorit sejak Era Kolonial Belanda

(foto: sindonews)

Kegigihannya membuahkan hasil yang luar biasa. Ternyata keberhasilan Mbah Moedjair mulai dikenal ke seluruh Jawa Timur dan diketahui oleh seorang pejabat daerah atau asisten residen di Jawa Timur pada era kolonial Belanda.

Sang asisten residen memberikan nama ikan unik tersebut dengan nama ikan moedjair demi menghormati sosok Mbah Moedjair yang sudah berjasa memeliharanya sampai bisa hidup di habitat yang berbeda.

Ikan yang sudah dibudidayakan dibagikan ke para tetangga, dibawa ke pasar, serta dijual keliling dengan sepeda kumbang.

Ikan mujair segera menjadi favorit sejak era kolonial Belanda. Apresiasi pun berdatangan. Bukan hanya di Jawa Timur, tapi juga di tingkat nasional.

Penghargaan untuk Mbah Moedjair misalnya dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1952 dan Executive Committee Indo Pacific Fisheries Council pada tahun 1954.