inspirasi

Perayaan Chuseok, Tradisi Mudik di Korea Selatan yang Identik dengan Kemenangan

Penulis:   | 

Beberapa waktu lalu ada perayaan Chuseok di negeri ginseng Korea Selatan yang tahun ini bertepatan pada tanggal 1 Oktober 2020.

Chuseok adalah salah satu tradisi penting yang memiliki nilai historis sejak era Kerajaan Silla pada tahun 57 SM.

Tidak hanya menjadi acara kumpul keluarga dan makan-makan sebagaimana festival Thanksgiving di negara barat, ada beberapa nilai-nilai spiritual dalam tradisi Chuseok.

Karena pemerintah memberi jatah hari libur, banyak warganya yang memanfaatkan untuk mengunjungi sanak saudara di kampung halaman.

Baca juga: Suku Asaro Papua Nugini, Masyarakat Tradisional yang Memakai Topeng Lumpur Menakutkan

Memiliki kaitan erat dengan momen bulan purnama untuk memanjatkan doa

Perayaan Chuseok, Tradisi Mudik di Korea Selatan yang Identik dengan Kemenangan

(foto: trazyblog)

Perayaan ini memiliki kaitan erat dengan menyambut momen bulan purnama. Terdapat sebuah kepercayaan masyarakat tradisional bahwa setiap doa yang dipanjatkan saat bulan purnama akan dikabulkan.

Memang sebagian orang, khususnya generasi muda, menganggap hal seperti itu hanya takhayul. Tapi dengan adanya tradisi berdoa di bulan purnama bisa menjadi sebuah upaya untuk mengingat dan menghormati para leluhur.

Momen perayaan ini juga dapat menjaga tali silaturahmi dengan saudara, tetangga, dan orang-orang terdekat. Chuseok juga menjadi momen refleksi diri seperti hari raya keagamaan.

Ada beragam pertunjukan dalam bentuk festival musim panen

Perayaan Chuseok, Tradisi Mudik di Korea Selatan yang Identik dengan Kemenangan

(foto: food52)

Tradisi ini biasa dirayakan besar-besaran di bulan ke-8 dan tanggal ke-15 kalendar lunar. Saat itulah tanaman biji-bijian, sayuran, serta buah-buahan yang ditanam petani sudah siap dipanen.

Karena momen ini menjadi salah satu perayaan di musim panen, pastinya selalu meriah. Banyak pertunjukan dilakukan di seantero negeri.

Pertunjukannya meliputi tarian topeng, permainan perkusi tradisional Samulnoni, gulat tradisional Ssireum, tarian melingkar Ganggangsullae, dan beberapa pertunjukan lainnya.

Dalam rangka perayaan hasil panen, sebagian besar penduduknya akan kembali ke kampung halaman. Bisa dibilang kalau perayaan ini adalah mudiknya orang Korea Selatan. Tentunya jalan raya akan lebih ramai daripada hari-hari biasa.

Baca juga: Asal Usul Kerajaan Majapahit, Berasal dari Buah Maja yang Dianggap Titisan Dewa Siwa

Menurut sejarahnya, hari raya ini identik dengan perayaan kemenangan

Perayaan Chuseok, Tradisi Mudik di Korea Selatan yang Identik dengan Kemenangan

(foto: pinterest)

Chuseok yang identik dengan perayaan kemenangan dulunya dikenal dengan Hangawi. Han artinya raya dan gawi artinya tengah atau hari raya di tengah waktu musim gugur.

Masyarakat sering merayakan Hangawi dalam bentuk lomba menenun. Untuk pemenangnya akan memperoleh hasil panen melimpah.

Sampai sekarang, satu hal yang menjadi ciri khas saat perayaan Chuseok adalah pemakaian hanbok atau pakaian tradisional di Korea.

Para wanita penari Ganggangsullae yang melingkar juga memakai hanbok sambil menyanyi bersama. Mengapa tari Ganggangsullae ditampilkan?

Tenyata ada sebuah cerita tentang kemenangan yang mengakar sejak lama. Konon asal mulanya bersumber dari era Dinasti Joseon (1392-1910).

Saat itu ada prajurit Korea yang mendandani para gadis desa dengan pakaian tentara dan mengelilingi daerah pegunungan.

Strategi seperti itu digunakan untuk membuat pihak musuh tertipu karena mengira kalau prajurit Korea punya jumlah lebih besar dari yang dimiliki musuh. Dengan strategi itulah, tentara Korea mendapat banyak kemenangan.

Dirayakan dengan berkumpul bersama keluarga dan mengunjungi makam leluhur

Perayaan Chuseok, Tradisi Mudik di Korea Selatan yang Identik dengan Kemenangan

(foto: aminoapps)

Ada bermacam-macam makanan di atas meja persembahan, seperti buah-buahan, kue beras, minuman tradisional beralkohol.

Ketika berkumpul dengan keluarga di rumah, penduduk Korea Selatan juga akan melakukan penghormatan pada nenek moyang, atau yang disebut dengan Seongmyo.

Tidak hanya berkumpul dengan keluarga di rumah, tapi ada tradisi Chuseok lainnya yang masih dilestarikan. Namanya adalah Seongmyo, yang artinya mengunjungi makam para leluhur.

Ini sangat mirip tradisi ziarah di Indonesia. Saat ke makam, keluarga akan membersihkan rumput di makam dan membawa makanan sebagai penghormatan.

Bahkan ada anggapan yang cukup ekstrem bahwa jika makam masih ada rumputnya setelah Chuseok, berarti anaknya mempermalukan keluarga.