inspirasi

Mengenal Tradisi Jimpitan, Gotong Royong Bantu Ekonomi Masyarakat

Penulis:   | 

Selama pandemi Covid-19 masih belum berakhir, manusia di seluruh dunia pun harus menjalani berbagai macam kegiatan dari rumah sebagai usaha untuk mengurangi risiko penularan virus.

Tapi kenyataannya belum semua orang bisa mendapatkan penghasilan dari rumah, khususnya di Indonesia.

Ada banyak sekali masyarakat di Indonesia yang harus tetap bekerja di luar rumah untuk membuat dapurnya tetap ngebul.

Selain tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan, masyarakat juga punya inisiatif untuk membantu sesama.

Ada satu tradisi asli Indonesia yang mampu membantu masyarakat untuk tetap bisa mencukupi kebutuhan pokok tanpa harus keluar rumah.

Tradisi ini bernama jimpitan, yaitu salah satu bentuk tradisi gotong royong membantu ekonomi masyarakat. Tradisi jimpitan masih terus dipelihara dari generasi ke generasi.

Baca juga: Legenda Nyai Ronggeng, Identik dengan Kutukan Para Gadis

Daftar isi

Jimpitan terbukti berhasil membantu warna kurang mampu untuk melalui masa sulit

Mengenal Tradisi Jimpitan, Gotong Royong Bantu Ekonomi Masyarakat

(foto: ayotegal)

Bagi masyarakat di kota-kota besar, istilah tradisi jimpitan mungkin terdengar agak asing. Tapi bagi masyarakat desa dan kota kecil Jawa Tengah dan Jawa Timur, jimpitan sudah cukup biasa terdengar.

Nenek moyang masyarakat Jawa sejak dulu sudah mengandalkan prinsip saling membantu untuk bisa bertahan dari berbagai macam kesulitan hidup.

Kata jimpitan sendiri diambil dari bahasa Jawa yakni ‘jimpit’ yang berarti mengambil barang kecil dengan ujung jari.

Selain itu ada juga yang menyebutkan bahwa jimpitan berarti kegiatan mengumpulkan beras oleh warga demi kepentingan bersama.

Sejak dahulu, tradisi jimpitan sudah terbukti berhasil membantu warna kurang mampu untuk melalui masa-masa sulit, seperti pandemi Covid-19 saat ini.

Dalam praktiknya, warga akan mengumpulkan beras dalam wadah yang terbuat dari gelas plastik atau kaleng kecil.

Wadahnya digantungkan di dekat pintu rumah, kemudian pada malam hari beras dikumpulkan oleh petugas ronda keliling.

Menjadi sebuah ekspresi budaya yang didasari karakter gotong royong

Mengenal Tradisi Jimpitan, Gotong Royong Bantu Ekonomi Masyarakat

(foto: infopublik)

Menurut Prapto Yuwono, seorang ahli budaya Jawa yang menulis buku Sang Pamomong, tradisi jimpitan merupakan simbol ketangguhan dan solidaritas warga dalam menghadapi kesulitan ekonomi sejak zaman penjajahan.

Sementara itu, Achmad Charris Zubai, seorang dosen Fakultas Filsafat UGM mengatakan bahwa tradisi jimpitan menjadi sebuah ekspresi budaya yang didasari oleh karakter gotong royong.

Jimpitan biasa dilakukan secara berkelanjutan dengan besaran yang bervariasi, tergantung kemampuan serta keikhlasan pemberinya.

Dengan begitu, meski setiap rumah hanya menyumbangkan sebagian kecil beras yang mereka miliki, ketika dikumpulkan jumlahnya mampu memberikan manfaat besar bagi warga yang membutuhkan.

Baca juga: Mengenal Katokkon, Cabai Ekstra Pedas dari Tana Toraja

Sumbangan yang diberikan bisa berbentuk beras atau uang tunai seikhlasnya

Mengenal Tradisi Jimpitan, Gotong Royong Bantu Ekonomi Masyarakat

(foto: wikipedia)

Bahkan di masa lalu ketika Indonesia belum lama merdeka, jimpitan juga menjadi salah satu penyelamat bagi masyarakat Indonesia.

Hal ini terjadi pada tahun 1960-1965 di mana inflasi mencapai angka 650 % dan membuat harga kebutuhan pokok menjadi sangat mahal.

Saat itu, beras yang dikumpulkan secara gotong royong dapat membantu warga kurang mampu untuk mendapatkan beras secara gratis.

Seiring berkembangnya zaman, bukan hanya beras yang digunakan untuk mengisi wadah di depan rumah.

Sebagian masyarakat mulai menggunakan uang karena dirasa lebih efisien, namun tetap bisa dipakai untuk kepentingan bersama.

Uang yang disumbangkan juga bervariasi jumlahnya, tergantung keikhlasan pribadi masing-masing.

Kini tradisi jimpitan telah diadopsi oleh teknologi digital dalam konsep crowdfunding

Mengenal Tradisi Gotong Royong Bantu Ekonomi Masyarakat

(foto: ngawikab)

Manfaat tradisi jimpitan yang dikelola dengan benar juga tidak bisa dianggap sepele. Seperti yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Kauman, Jepara. Di desa ini warga mengumpulkan uang koin Rp 500 setiap malam hari.

Hasil dari uang koin yang terkumpul kemudian digunakan untuk modal usaha bersama seperti warung kopi dan toko klontongan kecil-kecilan.

Dana jimpitan di desa ini juga berhasil menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi beberapa orang warga.

Pada era digital seperti sekarang ini, jimpitan ikut bertransformasi. Belakangan ini muncul istilah crowdfunding atau aktivitas pengumpulan dana dari masyarakat luas untuk berbagai keperluan sosial.

Jika jimpitan masih mengandalkan petugas ronda untuk mengumpulkan dana, maka crowdfunding lebih mengandalkan teknologi yang dinaungi oleh perusahaan startup.

Meskipun jumlah sumbangan sukarela yang diberikan terbilang kecil, tapi ternyata saat terkumpul dananya bisa membantu banyak orang.

TULIS KOMENTAR

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.