inspirasi

Kisah Aron Ralston, 127 Jam Bertahan Hidup Walau Terjepit Batu Besar

Penulis:   | 

Pernahkah kamu menonton film yang berjudul 127 Hours? Bagi pencinta petualangan di alam bebas, 127 Hours yang diangkat dari kisah nyata akan memberi kesan tersendiri.

Kisah Aron Ralston di tengah situasi hidup dan mati pada awalnya terlihat mustahil, walau ternyata ia mampu melewatinya.

Petualangan menaklukkan gunung-gunung tinggi sendirian akan memberi banyak inspirasi.

Baca juga: Paling Berliku di Dunia, Jalan Stelvio Pass Hanya Dapat Dilalui pada Musim Panas

Mencintai petualangan dan bergabung dalam komunitas untuk melestarikan alam

Kisah Aron Ralston, 127 Jam Bertahan Hidup Walau Terjepit Batu Besar

(foto: thespokesman_review)

Aron Ralston sudah meninggalkan kariernya di perusahaan teknologi terkenal di dunia pada usia ke-28.

Ia bertekad untuk mendaki semua gunung yang termasuk Colorado’s Fourteeners yang tingginya lebih dari 4.000 mdpl.

Awal pendakiannya dilakukan dengan menjelajahi pegunungan dengan batuan merah berpasir yang ada di Canyonlands National Park. Kecintaannya pada petualangan benar-benar melekat dalam hidupnya.

Ia juga bergabung ke dalam komunitas yang bergerak untuk melestarikan alam. Ia biasa melakukan pendakian seorang diri.

Dengan bekal secukupnya, alat-alat multifungsi, P3K, dan peralatan panjat tebing ia mendaki  Canyonlands National Park yang seolah sudah jadi rumah kedua baginya.

Mengalami kecelakaan saat menjelajahi Canyonlands National Park sendirian

Kisah Aron Ralston, 127 Jam Bertahan Hidup Walau Terjepit Batu Besar

(foto: bbc)

26 April 2003 menjadi hari bersejarah baginya. Perjalanannya ke Canyonlands National Park sempat direkam dengan kamera video.

Celakanya kali ini ia mengalami kecelakaan. Terperosok ke ceruk Bluejohn Canyon sedalam 105 m ternyata menjadi momen yang mengubah hidupnya.

Saat itu awalnya semua berjalan lancar sampai akhirnya ia menemukan batu besar yang dipegangnya sebelum melompat, namun tiba-tiba batunya tergelincir bersama dirinya yang terjerembab ke dalam ceruk.

Apa yang kemudian terjadi? Tangan kanannya terhimpit di antara tebing dan batu, sedangkan posisi tubuhnya berdiri.

Segala upaya sudah dicobanya. Mulai dari mendorong, menarik, menendang, sampai berusaha memecah batu sudah dilakukan.

Ia pun berteriak barangkali ada orang yang menemukan keberadaannya dan bisa menolong.

Baca juga: Leonardo da Vinci, Ilmuwan dan Pelukis Monalisa yang Tidak Berpendidikan Tinggi

Tubuhnya semakin lemah dan sempat berpikir bahwa dirinya akan segera mati

Kisah Aron Ralston, 127 Jam Bertahan Hidup Walau Terjepit Batu Besar

(foto: pennlive)

Suhu udara yang ekstrem menjadikan tubuhnya seperti mati rasa. Apalagi tangannya yang terjepit sudah mulai berubah warna karena tidak ada aliran darah.

Wajahnya pucat dan tubuhnya sangat lemah. Bekal makanan dan minumannya sudah habis. Ia merasa seperti akan mati tak lama lagi.

Tapi nalurinya untuk bertahan hidup masih ada. Ia sampai minum air seninya sendiri karena kehausan. Selama 127 jam ia hanya bertahan dengan sebotol air mineral.

Di hari kelima ia sudah ingin menyerah dengan menuliskan R.I.P Aron Ralston dan menganggap saat itu akan jadi tanggal kematiannya.

Ia sempat berhalusinasi seperti melihat keluarga, sahabat, dan anak kecil yang tidak dikenalinya.

Ia seperti melihat dirinya sendiri pada si anak kecil yang konon adalah anaknya di masa depan. Di momen itu ia ada setitik harapan untuk hidup.

Berhasil selamat walau harus kesakitan karena memotong tangan sendiri

Kisah Aron Ralston, 127 Jam Bertahan Hidup Walau Terjepit Batu Besar

(foto: petersenshunting)

Menyaksikan dirinya ternyata masih mendapat kesempatan hidup, ia berusaha mengikat tangannya erat-erat dengan tali dan segera menusukkan pisau ke bagian yang terhimpit oleh batu.

Dengan perasaan yang campur aduk, ia memotong tangan sendiri dengan keinginan segera lepas dari penderitaan. Rasa sakit yang tidak tertahan membuatnya hampir putus asa berulang kali.

Akhirnya sekitar satu jam ia berhasil keluar dari himpitan batu dengan satu tangan dan peralatan seadanya.

Beruntungnya ada turis Belanda yang melihatnya dengan kondisi mengenaskan tapi masih berhasil diselamatkan.

Sejak hari itu ia melanjutkan hidup dengan satu tangan dan semangat yang baru.

Berdasarkan pengalamannya, ia menulis buku memoar berjudul Between a Rock and a Hard Place yang menjadi best seller.

Media-media internasional pun banyak meliput pengalamannya. Ceritanya yang menakjubkan juga diangkat ke film layar lebar berjudul 127 Hours pada tahun 2010.