inspirasi

Asal Usul Kata Preman, Dulunya Memiliki Makna yang Positif

Penulis:   | 

Kata preman mungkin terkesan negatif di lingkungan kita. Bagi sebagian orang, preman adalah sosok yang menakutkan dan dianggap berbahaya.

Karena itu, keberadaannya seolah-olah perlu dihindari atau bahkan dihilangkan dari lingkungan terdekat.

Orang-orang yang menunjukkan sikap seperti preman pun bisa ditindak tegas, apalagi kalau sampai mengganggu ketentraman.

Tapi benarkah preman adalah orang-orang yang berbahaya dan identik dengan kriminalitas? Ternyata kata preman dahulu berasal dari hal yang positif.

Baca juga: Bambu Gila, Permainan Tradisional Masyarakat Maluku yang Magis

Sejarah Nusantara sejak dulu sudah mengenal tindak kejahatan di tengah masyarakat

Asal Usul Kata Preman, Dulunya Memiliki Makna yang Positif

(foto: hops)

Pada zaman Orde Baru, preman identik dengan image urakan, tampang bengis, rambut gondrong, dan tato di sekujur tubuh. Stereotip seperti itu memang sudah mengakar begitu lama.

Meskipun tato dan rambut gondrong hanyalah sebuah gaya berpenampilan, tapi tidak sedikit masyarakat yang memandang hal tersebut sebagai bagian dari stigma buruk. Apakah preman memang berkonotasi buruk?

Sebelum mengenal premanisme, sejarah Nusantara memang sudah mengenal tindak kejahatan.

Boechari, seorang sejarawan dan pakar epigraf menjelaskan bahwa kriminal dan bandit di tengah masyarakat Jawa Kuno sudah ada sejak era kerajaan Sriwijaya, Kadiri, Singasari, dan Majapahit.

Pernyataan tersebut berasal dari catatan hasil Pertemuan Ilmiah Arkeologi ke-IV di Cipanas tanggal 3-9 Maret 1986.

Premanisme zaman kuno beserta hukumannya dikisahkan pada beberapa relief candi

Asal Usul Kata Preman, Dulunya Memiliki Makna yang Positif

(foto: satujam)

Sebagaimana tercatat di prasasti Baliwangan tahun 891 M, di dalamnya terdapat hukum untuk menetapkan tanah desa Baliwangan menjadi Daerah Perdikan. Bukan hanya prasasti, tapi juga catatan daun lontar atau naskah kuno.

Di beberapa  relief bangunan candi pun ada kisah, seperti di Candi Mendut, Surawana, dan Rimbi.

Pada bagian tangga masuk sebelah selatan candi Mendut sejak abad ke-9 M terdapat sebuah relief yang memperlihatkan dua orang yang memegang parang dan memegang perisai.

Di era Jawa Kuno, hukuman pada tindak kriminal bukan hanya diberikan pada pelaku, yang menyebabkan rah kasawur (darah berceceran) atau wankay kabunan (mayat berembun), tapi juga pada masyarakat di mana kejahatan terjadi.

Bentuk hukumannya dapat berupa pajak atau denda yang sangat memberatkan.

Baca juga: Asal Usul Kapur Barus, Komoditas Asli Indonesia Tercatat di Alquran

Para raja pun sudah membuat aturan agar rakyat hidup harmonis, tapi banyak yang melanggar

Asal Usul Kata Preman, Dulunya Memiliki Makna yang Positif

(foto: quora)

Sejak zaman dulu memang kejahatan tidak terlepas dari situasi sosial, politik, dan ekonomi.

Para raja telah menciptakan seperangkat aturan beserta nilai-nilai kehidupan biar kehidupan masyarakat lebih harmonis berlandaskan kepercayaan yang dianut.

Dalam rangka sosialisasi aturan yang telah dibuat kerajaan, maka dibuatlah prasasti atau gambar-gambar relief candi.

Walau berbagi aturan sudah dibuat dengan segala macam sanksi yang berat, tapi masih saja terjadi pelanggaran dan tindak kekerasan di daerah.

Itulah mengapa masyarakat membangun pos-pos di sekitar perkampungan untuk mengurangi risiko kejahatan yang berdampak ke seluruh daerah tempat tinggal.

Memasuki zaman kolonial Hindia Belanda, sejarah preman berubah. Mereka dilihat sebagai golongan yang membela pada kuli kontrak di perkebunan atau pekerja pabrik yang kerap disiksa mandornya.

Preman di zaman perjuangan kemerdekaan juga mendapat penghargaan pemerintah

Asal Usul Kata Preman, Dulunya Memiliki Makna yang Positif

(foto: pixabay)

Dalam buku Tjamboek Berdoeri, Memoar Kwee Thiam Tjing dijelaskan bahwa asal-usul kata preman berasal dari bahasa Belanda vrije man yang artinya orang bebas (free man).

Uniknya, tidak ada konotasi buruk sedikit pun dari istilah vrije man yang lahir pada era kolonial Belanda.

Kata tersebut justru dipahami sebagai golongan manusia yang tidak terikat dari belenggu dan tugas negara, para tentara yang terbebas dari negara jajahan, golongan kuli non kontrak atau pekerja lepas yang dibayar secara harian.

Pada zaman perjuangan kemerdekaan, para preman juga berperan aktif. Mereka bergabung dalam lascar pejuang yang mempertahankan kemerdekaan.

Sampai tahun 1950-an kata preman masih dipandang positif dan dihargai oleh pemerintah.

Sebagai wujud terima kasih karena jasa preman, masyarakat pun menggratiskan pengambilan makanan dan minuman di warung.

Berasal dari fenomena itulah kata vrije man justru berubah jadi preman yang merupakan akronim pre minum pre makan.

Di kemudian hari, muncullah fenomena preman pasar yang mengambil makanan dan minuman gratis di warung.

TULIS KOMENTAR

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.