kuliner

Sejarah Roti Buaya, Makanan Khas dalam Pernikahan Adat Betawi

Penulis:   | 

Di Indonesia ada ribuan tradisi dan budaya pernikahan yang tetap dijaga dan dilestarikan sampai saat ini. Yang cukup terkenal dan diketahui banyak orang adalah budaya pernikahan Betawi dengan roti buaya.

Roti berbentuk buaya ini menjadi bawaan yang wajib dibawa oleh keluarga laki-laki dalam acara pernikahan.

Dalam masyarakat Betawi sendiri, roti buaya memiliki makna yang sangat luhur sehingga tidak bisa digantikan dengan yang lainnya.

Salah satu contohnya adalah sebagai simbol kesetiaan, oleh karena itu jika pengantin laki-laki tidak membawa roti ini, orang tua pengantin perempuan biasanya tidak akan menerimanya.

Baca juga: Filosofi Nasi Tumpeng, Hidangan Sakral dalam Setiap Syukuran

Sejarah roti buaya dahulu untuk menyaingi orang-orang Eropa

Sejarah Roti Buaya, Makanan Khas dalam Pernikahan Adat Betawi

(foto: wikipedia)

Tidak ada yang tahu dengan pasti sejak kapan roti ini mulai hadir di acara pernikahan masyarakat Betawi. Akan tetapi masyarakat betawi percaya bahwa pada awalnya roti ini digunakan untuk menyaingi bangsa Eropa.

Zaman dulu, bangsa Eropa yang ada di daerah Betawi kerap menunjukan cinta dengan memberikan bunga kepada lawan jenis.

Pribumi saat itu kemudian memiliki keinginan untuk menciptakan simbol baru yang juga dapat digunakan sebagai medium pernyataan cinta kepada lawan jenis.

Kemudian dipilihlah roti berbentuk buaya karena sifat hewan penguasa sungai ini yang setia pada pasangan. Di dalam acara pernikahan masyarakat Betawi, biasanya roti buaya dibuat sepasang, jantan dan betina.

Ukuran roti buaya jantan lebih besar daripada yang betina. Selain itu, ada penambahan roti buaya berukuran kecil di atas punggung roti buaya betina.

Menjadi doa agar kedua mempelai pengantin rukun sampai akhir hayat

Sejarah Roti Buaya, Makanan Khas dalam Pernikahan Adat Betawi

(foto: okezone)

Selain bentuknya  yang unik dan juga memiliki makna yang luhur, ternyata roti ini memiliki filosofinya sendiri. Masyarakat menggunakannya untuk melambangkan kesetiaan dalam rumah tangga kedua pengantin.

Hal ini dilihat dari perilaku buaya yang juga setia pada satu pasangan. Selain itu, roti ini juga menjadi doa agar pasangan pengantin diberikan kerukunan, keberkahan, dan kesetiaan sampai maut memisahkan.

Orang-orang juga memandangnya sebagai simbol panjang umur. Filosofi ini diambil dari masa hidup buaya yang relatif lebih lama jika dibandingkan dengan hewan yang lainnya.

Bahkan seiring bertambah usianya, berat badan serta ukurannya akan terus bertambah.

Baca juga: 5 Fakta tentang Mukbang, Tren Makan Besar ala Korea Selatan

Ada harapan supaya pasangan nantinya bisa kuat menghadapi cobaan apapun

Sejarah Roti Buaya, Makanan Khas dalam Pernikahan Adat Betawi

(foto: detik)

Filosofi berikutnya adalah tentang simbol kekuatan untuk mempertahankan rumah tangga.

Di habitatnya, buaya merupakan hewan tangguh yang mampu beradaptasi dengan segala macam kondisi. Mereka juga dapat hidup di dua alam, yaitu darat dan air.

Masyarakat Betawi percaya bahwa nantinya kehidupan rumah tangga pasangan pengantin akan menjadi kuat dan tidak goyah meskipun melewati berbagai macam guncangan kecil dalam perjalanannya.

Orang-orang juga mempercayainya sebagai simbol kemapanan. Masyarakat Betawi menganggap roti ini merupakan makanan golongan kelas atas.

Hal ini berasal dari budaya masa lalu di mana hanya orang-orang tertentu yang dapat menikmati roti berbentuk sangat khas.

Bisa dibagikan ke tamu undangan agar kelak menemukan jodohnya juga

Sejarah Roti Buaya, Makanan Khas dalam Pernikahan Adat Betawi

(foto: iskael)

Seiring waktu, roti ini berubah menjadi lambang kekayaan untuk pasangan pengantin.

Bisa juga menjadi doa dan harapan agar pengantin laki-laki bisa lebih mapan lagi dalam pekerjaannya sehingga mampu memberikan nafkah kepada pengantin perempuan.

Kepercayaan ini tumbuh dengan sangat kuat sejak zaman dulu. Bahkan, roti buaya ini akan disimpan oleh pihak pengantin perempuan di dalam lemarinya sampai membusuk dengan sendirinya.

Oleh karena itu, roti buaya dibuat dengan tekstur yang keras agar terhindar dari penguraian atau dimakan oleh hewan lainnya.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan budaya, saat ini roti buaya dibuat dengan tekstur yang lebih lembut.

Pada akhir acara pernikahan dapat dibagikan kepada sanak saudara juga tamu yang hadir. Hal ini dilakukan dengan harapan nantinya orang yang menerima roti ini dapat segera menemukan jodohnya.

TULIS KOMENTAR

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.