inspirasi

Mengenal Beirut, Ibukota Lebanon yang Dapat Julukan ‘Paris di Timur Tengah’

Penulis:   | 

Beirut, ibu kota Lebanon itu, mendadak sering menjadi pemberitaan akhir-akhir ini. Bukan tanpa alasan, kasus ledakan besar telah mengguncang kota tersebut pada hari Selasa (04/08).

Ratusan orang meninggal dan ribuan lainnya terluka. Jelas bahwa semua pandangan dunia tertuju ke sana.

Banyak yang menyebut bahwa ledakan ini mirip dengan ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki 75 tahun yang lalu. Peristiwa tersebut juga terasa menimbulkan gempa bumi dengan kekuatan 3,3 SR di Beirut.

Beberapa detik setelah bencana besar itu, pelabuhan, bangunan, distrik perbelanjaan, dan kawasan pejalan kaki di tepi laut berubah menjadi puing-puing.

Hampir saja kita lupa, bahwa kota itu pernah menjadi ‘Paris di Timur Tengah’. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu kamu ketahui seputar Beirut.

Baca juga: Tanpa Mesin, Kapal Padewakang Buatan Makassar Mampu Berlayar ke Australia

Kota ini pernah dijuluki ‘Paris di Timur Tengah’

Sisi Lain Kota Beirut hingga Disebut sebagai 'Paris di Timur Tengah'

(foto: pinterest)

Kota dengan luas daerah 19,8 km2 ini ditinggali oleh 2,1 juta jiwa. Dahulu Kota Beirut sempat disebut sebagai ‘Paris di Timur Tengah’ (Paris of The Middle East) karena suasana kosmopolitannya.

Beirut juga merupakan salah satu tempat tujuan wisata yang populer. Perpaduan budaya yang unik antara dunia Barat dan Timur turut menjadikan Beirut terlihat sebagai kota yang menarik dan terbuka bagi wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara.

Sebutan Paris di Timur Tengah itu muncul pada masa Perang Dunia II, setelah invasi Prancis di kota yang terletak di di pantai Mediterania dan di kaki Pegunungan Lebanon itu.

Pada waktu itu, pengaruh Prancis terlihat sangat jelas pada setiap aspek kehidupan di timur tengah tersebut. Beirut sendiri berasal dari bahasa Prancis Beyrouth.

Menjadi pusat seni dan mode di Timur Tengah

Sisi Lain Kota Beirut hingga Disebut sebagai 'Paris di Timur Tengah'

(foto: gpsmycity)

Menjadi rumah untuk banyak desainer kelas dunia, seperti Elie Saab, Zuhair Murad, dan Reem Acra, Beirut pun dianggap sebagai pusat seni dan mode di Timur Tengah.

Desainer terkenal yang berbasis di Beirut itu juga termasuk deretan perancang busana yang sering mendominasi event Paris Fashion Week setiap tahun.

Barangkali belum ada kota lain di Timur Tengah yang mampu membuktikan diri sebagai pusat seni dan mode seperti Beirut.

Bukan hanya Bahasa Arab, orang-orang Beirut juga banyak yang berbicara dengan Bahasa Prancis atau Inggris. Papan nama di tepi jalan yang kebanyakan dibuat dengan bahasa Arab dan Prancis menjadi pesona tersendiri.

Baca juga: Laksamana Cheng Ho, Pelaut Tionghoa yang Berjasa dalam Perkembangan Islam di Nusantara

Memiliki pesona yang tak kalah dengan kota-kota di Eropa

Sisi Lain Kota Beirut hingga Disebut sebagai 'Paris di Timur Tengah'

(foto: pinterest)

Beirut terkadang terlihat seperti negara-negara Arab lainnya yang memiliki iklim mediteran. Itu juga faktor letak geografisnya yang menghadap laut Mediteran dan berbatasan langsung dengan Suriah dan Irak.

Beirut dahulu menyimpan pesona yang tak kalah dari kota-kota di Eropa. Berdasarkan ulasan dari Michael J. Totten dari City Journal Magazine, suasana kotanya seperti gabungan Paris, Miami, dan Baghdad dalam satu wilayah.

Mudah untuk menemukan bangunan gedung pencakar langit dengan kaca berkilauan menjulang di atas vila bergaya Prancis yang berdekatan dengan dinding bopeng peluru dan menara yang hancur akibat mortir.

Sebuah showroom Ferrari terletak di seberang jalan di tempat parkir yang sempat menjadi lapangan puing-puing. Butik mewah bertebaran di samping reruntuhan zaman modern yang sudah hancur.

Kotanya pernah runtuh dan dibangun kembali 

Sisi Lain Kota Beirut hingga Disebut sebagai 'Paris di Timur Tengah'

(foto: shutterstock)

Kota ini ternyata juga menyimpan catatan sejarah peradaban yang cukup panjang. Pada abad ke-3 M, Beirut terkenal karena sekolah hukumnya.

Bahkan di Beirut juga terdapat sekolah hukum tertua di dunia. Popularitas kota ini sebagai pusat perdagangan dan pusat pembelajaran terus berlanjut ketika Kekaisaran Romawi memberi jalan kepada Bizantium dan perdagangan sutra. Di masa inilah Beirut menjadi pusatnya.

Selain itu, Beirut adalah pusat pergerakan intelektual dan politik. Pada tahun 1900, Beirut menjadi garda terdepan jurnalisme Arab, di mana kelompok intelektual berusaha menghidupkan kembali warisan budaya Arab.

Mengingat sejarahnya yang cukup panjang yang sempat beberapa kali runtuh dan dibangun kembali, wilayah pesisir ini tidak hanya kaya dengan warisan peradaban, intelektual dan seni, tapi juga menjadi kota yang bangkit dengan caranya sendiri.