inspirasi

Abdoel Moeis, Sastrawan yang Jadi Pahlawan Nasional Pertama di Indonesia

Penulis:   | 

Ada banyak cara untuk menghormati para pejuang kemerdekaan bangsa, mulai dari mengenal sejarahnya, mengakuinya sebagai pahlawan, sampai menjadikan namanya sebagai nama jalan.

Bicara tentang pahlawan,  sudah tahukah kamu siapa nama tokoh yang pertama kali diberi gelar sebagai pahlawan nasional di Indonesia?

Beliau adalah Abdoel Moeis. Sebagian orang mungkin lebih mengenalnya sebagai sastrawan yang menulis novel Salah Asuhan yang legendaris itu.

Tapi kiprahnya di pergerakan politik menjadikannya ditetapkan menjadi pahlawan nasional. Seperti inilah kisah perjalanan hidup Abdoel Moeis, sang pahlawan nasional pertama Indonesia.

Baca juga: Kisah Raja Hammurabi, Penguasa Babilonia Pembuat Hukum Tertua di Dunia

Namanya dikenal melalui karya sastra

Abdoel Moeis, Sastrawan yang Menjadi Pahlawan Nasional Pertama

(foto: publichouseofart)

Nama tokoh kelahiran Solok, Sumatera Barat pada 3 Juli 1886 ini memang cenderung lebih banyak dikenal melalui novelnya Salah Asuhan

Tidak hanya sering jadi bahan pelajaran bahasa di sekolah-sekolah, novel Salah Asuhan juga pernah diangkat ke layar lebar.

Salah Asuhan yang menampilkan cerita seputar dendam, cita-cita, dan percintaan itu juga dikenal memiliki pesan moral yang baik.

Meskipun kontribusinya di dunia sastra begitu besar, tapi ternyata bukan kesustraan yang kelak membuat Abdoel Moeis ditetapkan sebagai Pahlawanan Nasional.

Itu karena dia dianggap berjasa dalam pergerakan politik kebangsaan, khususnya saat menjadi anggota Sarekat Islam.

Memulai karier sebagai klerk dan jurnalis

Abdoel Moeis, Sastrawan yang Menjadi Pahlawan Nasional Pertama

(foto: idwriters)

Lebih dari seorang sastrawan, ia juga nasionalis yang berani mengkritisi Belanda melalui tulisan-tulisannya. Apalagi didukung dengan kemampuan berbahasa Belanda yang sangat baik.

Ia sempat tiga tahun melanjutkan pendidikan ke sekolah kedokteran STOVIA (sekarang menjadi Fakultas Kedokteran UI).

Keluar dari Stovia, ia diangkat menjadi klerk atau pekerja kantoran oleh Mr, Abendanon, Direktur Pendidikan (Directeur Onderwzjs) di Departement van Onderwijs en Eredienst yang juga membawahi Stovia.

Saat itu memang belum ada pribumi yang diangkat menjadi klerk. Namun tidak berlangsung lama.

Ia berhenti menjadi klerk karena rekan-rekannya yang orang Belanda konon iri dengan kemampuannya. Ia juga sempat menjalani bermacam-macam pekerjaan, dari bidang jurnalistik, sastra, sampai politik.

Pada tahun 1912, mendirikan surat kabar Kaum Muda bersama Mohammad Yunus dan A. Widiadisastra.

Karena isinya yang dinilai banyak memprovokasi rakyat dengan pemerintah Hindia Belanda, maka surat kabar itu mendapat pengawasan khusus dari pihak Belanda.

Baca juga: Daftar Angka Keramat dan Kisah Singkat di Baliknya

Masuk daftar hitam pemerintah Belanda

Abdoel Moeis, Sastrawan yang Menjadi Pahlawan Nasional Pertama

(foto: steemit)

Karena kiprahnya sebagai jurnalis, ia banyak berinteraksi dengan tokoh-tokoh besar Islam seperti HOS Tjokroaminoto dan Hadji Agoes Salim.

Bahkan seperti yang ditulis oleh Aji Dedi Mulawarman dalam Jang Oetama: Jejak dan Perjuangan HOS Tjokroaminoto, mereka bertiga disebut Tiga Serangkai Sarekat Islam.

Tahun 1920, ia menjadi Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Buruh Pegadaian. Ia juga memimpin aksi besar-besaran pemogokan kaum buruh di Yogyakarta.

Dalam kunjungan ke Sumatra, ia pun memperjuangkan rakyat Minangkabau untuk bebas dari pajak atas tanah yang mereka miliki.

Karena aksi-aksi tersebut, pihak pemerintah Belanda mengeluarkan passenstelsel, yang isinya larangan Abdoel Moeis untuk mengunjungi seluruh daerah di luar pulau Jawa dan Madura. Dianggap berbahaya, ia dilarang berpolitik.

Pada 1928, ia menghentikan aktivitas politiknya

Sastrawan yang Menjadi Pahlawan Nasional Pertama

(foto: wikitree)

Selepas dari kiprahnya di jurnalistik dan politik, ia berganti haluan ke dunia sastra. Tidak hanya Salah Asuhan yang mejadi karyanya yang terkenal, tapi juga  menghasilkan karya lain sepertu Pertemuan Djodoh (1930), dan Soerapati (1950).

Ia juga menerjemahkan Tom Sawyer Anak Amerika (1949), karya Mark Twain dan Don Kisot (1949) karya Cervantes.

Ia meninggal di usia 59 tahun. Namanya ditetapkan sebagai pahlawan nasional pertama oleh Presiden Soekarno, tepatnya pada tanggal 30 Agustus 1959.

Sejak tahun 1959 itulah Ir. Soekarno membuat keputusan daftar resmi Pahlawan Nasional. Nama Abdoel Moeis sekarang juga menjadi nama jalan di Jakarta.