inspirasi

Berada di Ujung Dunia, Timbuktu Pernah Jadi Pusat Ilmu Pengetahuan

Penulis:   | 

Kota Timbuktu sepertinya memiliki kesan tersendiri bagi generasi 90-an. Karena pernah disebutkan di komik Donal Bebek sebagai tempat untuk melarikan diri.

Paman Gober sebagai salah satu tokoh dalam komik mengatakan ingin lari ke sana. Konon di sana tempatnya menyimpan banyak emas.

Karena itulah dalam beberapa kesempatan nama kota ini sering jadi lelucon tersendiri.

Bukan hanya di komik, celotehan ‘ingin pergi ke Timbuktu saja’ juga menjadi ekspresi tersendiri bagi orang-orang yang sedang kena masalah.

Baca juga: Punya Banyak Keistimewaan, Hewan Mitologi Unicorn Jadi Lambang Nasional di Skotlandia

Kota Timbuktu pada masa jayanya menyimpan emas yang melimpah

Bukan Sembarang Ujung Dunia, Timbuktu Pernah Jadi Pusat Ilmu Pengetahuan di Afrika

(foto: brandsouthafrica)

Nama Kota Timbuktu sendiri asalnya adalah dari bahasa Berber. Buqt berarti jauh, dan jika digabung dengan kata tin, berarti ujung dunia.

Penggemar Donal Bebek pasti tahu kalau sosok Paman Gober yang sering berceloteh ingin pergi ke sana mungkin karena sebuah alasan.

Paman Gober digambarkan sebagai tokoh mata duitan, jadi tempat yang dituju kemungkinan besar juga identik dengan kekayaan.

Ternyata Paman Gober ada benarnya. Kota ini menjadi pusat perniagaan Trans Sahara. Komoditas perdagangannya adalah berupa emas, garam, biji-bijian, dan ternak.

Timbuktu juga menyimpan emas yang melimpah. Dilansir BBC, kota ini menukar garam dengan satu ons emas. Tapi itu dulu, pada masa jayanya.

Bukan hanya fokus di perdagangan tapi juga ilmu pengetahuan

Bukan Sembarang Ujung Dunia, Timbuktu Pernah Jadi Pusat Ilmu Pengetahuan di Afrika

(foto: vafriendsofmali)

Kalau kamu sempat membuka peta, Kota ini berada di Negara Mali, Benua Afrika.

Secara geografis, posisinya berada di wilayah gurun dan tidak jauh dari Sungai Niger. Etnis yang menghuni adalah Suku Tuareg, Songhay, Moor, dan Fulani.

Meskipun posisinya seolah-olah terpisah dari peradaban, ternyata tempat ini pernah jadi pusat dari peradaban yang tinggi.

Kota ini mulai dibangun sekitar abad ke-5, Timbuktu berkembang pesat dan mencapai kejayaan pada abad ke-15 dan ke-16.

Bukan hanya fokus pada perdagangan emas, tapi juga pengembangan ilmu pengetahuan melalui sejumlah perpustakaan.

Baca juga: Dikenal sebagai Bapak Dongeng Dunia, H.C. Andersen Punya Kisah Hidup yang Pilu

Banyak bangunan didirikan dengan arsitektur yang unik

Bukan Sembarang Ujung Dunia, Timbuktu Pernah Jadi Pusat Ilmu Pengetahuan di Afrika

(foto: pinterest)

Sebagian masyarakat Kota Timbuktu juga sudah menekuni arsitektur yang berciri khas. Banyak bangunan di Timbuktu berdiri kokoh meski bahannya lumpur.

Arsitek muslim Afrika memang sepenuh hati membangun kota. Bangunan yang terkenal adalah masjidnya yang berbentuk unik.

Sebagai salah satu pusat peradaban Islam, kota ini mempunyai 3 bangunan masjid terpenting dan bersejarah.

Salah satu masjidnya yang ikonik dan terbuat dari lumpur adalah Masjid Djingareyber. Bangunan-bangunan kokoh berbentuk unik di Timbuktu juga menjadi tanda perkembangan peradaban.

Timbuktu pernah menjadi pusat budaya dan ilmu pengetahuan di Afrika

Bukan Sembarang Ujung Dunia,  Pernah Jadi Pusat Ilmu Pengetahuan di Afrika

(foto: theeconomist)

Kota Timbuktu adalah pusat budaya dan ilmu pengetahuan yang ditandai dengan berdirinya Universitas Sankore, Sidi Yahya University, dan Jingaray Ber University.

Ada pula 180 madrasah yang memiliki lebih dari 20 ribu murid. Sampai pada abad ke-16, ada banyak cendekiawan dan hakim dari Timbuktu.

Seluruhnya mendapat gaji yang memuaskan dari Pemerintah Negeri Songhai, yakni Raja Askia Muhammad.

Pada abad ke-16, ahli Geografi dan penjelajah Leo Africanus dalam bukunya The Description of Africa menyatakan bahwa Sang Raja menaruh hormat kepada rakyat yang giat belajar.

Budaya literasinya juga terlihat berhasil. Hasil karya cendekiawan dihargai sampai ke mancanegara.

Sayangnya pemerintahan Negara Mali diwarnai dengan kudeta dan pemberontakan.

Kejayaan Kota ini tinggal cerita. Sekarang hanya kota yang terpencil, asing, dan jadi bahan bercandaan.

Pada bulan April 2012, Kota ini pun jatuh ke pihak pemberontak Gerakan Nasional Pembebasan Azawad atau Mouvement National de Libération de l’Azawad (MNLA) setelah mendapat serangan berhari-hari.